Sayang semua berlalu begitu cepat, bahkan aku tak bisa mengingat waktu yang dibutuhkan bumi untuk berubah seperti sekarang ini. Dimana terjadi kekacauan di banyak tempat, kelaparan hampir di semua distrik yang ada, cuaca yang tak menentu dimana langit tampak lebih gelap dibanding dahulu. Beberapa tahun lalu bumi masih sangat tampak begitu indah, dimana langit begitu indah dan cerah, kota-kota berhiaskan lampu-lampu indah dan jajaran kaca menampilkan gambar dan cuplikan berita. Beberapa kota memiliki idola-idola yang begitu dipuja, dimana teriakan dan sorakan ada dimana-mana, anak kecil berlarian gembira di luar rumah, patung-patung tinggi menghiasi taman kota dan menandai identitas kota dan daerah yang ada, hingga akhirnya hanya sedikit distrik yang tersisa, berjuang seperti mahluk kanibal, mencoba mencari peruntungan bagi kelompok sendiri, untuk tetap bertahan menjalani beratnya hari, kadang bersembunyi, kadang mereka berlari, kadang teriakan-teriakan yang mengisi dimana ada penyiksaan yang terjadi. Tak dapat bertahan lama diriku mengistirahatkan mataku, ketika mentari saja belum berdiri didepan kami. Aku keluar dari rumah, memandang langit, berharap hari ini mentari lebih ceria dibanding hari biasanya, tiada salahnya untuk berharap.
"Hei pagi sekali kamu bangun?" Teriak Robi dari belakangku
Aku membalikkan muka, hanya senyum yang kuberi.
"Apakah teringat dengan tempat lamamu?" Tanyanya penasaran
"Aku memimpikannya semalam" jawabku singkat tanpa ekspresi
"Kita harus mulai terbiasa dengan semua ini, tak bisa terus berharap dengan para sesepuh disini, harus ada sesuatu yang kita lakukan" balas Robi.
Aktivitas dimulai seperti biasa, sarapan, lalu menemani para orang tua bekerja di ladang, biasanya aku jarang sekali mau ikut ke ladang, kali ini aku hanya berfikir harus ada sesuatu yang kulakukan. Aktivitas bercocok tanam tak terlalu buruk, cukup seru dengan tertawa, bercanda, dan menjadikan peluh keringat menjadi sesuatu yang bermanfaat. Tanah yang istimewa fikirku, mungkin bukan tempat terbaik, tapi setidaknya tempat yang patut untuk diperjuangkan.
Aktivitas dimulai seperti biasa, sarapan, lalu menemani para orang tua bekerja di ladang, biasanya aku jarang sekali mau ikut ke ladang, kali ini aku hanya berfikir harus ada sesuatu yang kulakukan. Aktivitas bercocok tanam tak terlalu buruk, cukup seru dengan tertawa, bercanda, dan menjadikan peluh keringat menjadi sesuatu yang bermanfaat. Tanah yang istimewa fikirku, mungkin bukan tempat terbaik, tapi setidaknya tempat yang patut untuk diperjuangkan.
Mungkin pukul 9, dari belakang ada yang berteriak sambil berlarian menghampiri kami.
"Mereka menyerang! Mereka datang" katanya sambil berlarian
"Siapa? The Warrior ?" Tanya Robi
"Iya, ayo ayo kita harus mempertahankan distrik kita" jawabnya sambil nafas terengah-engah
"Iya, ayo ayo kita harus mempertahankan distrik kita" jawabnya sambil nafas terengah-engah
Mereka datang lebih awal fikirku, mereka datang di waktu malam saat mereka merebut tempatku waktu itu, sekarang mereka datang di pagi hari. Banyak orang tua di ladang, dan hanya tersisa anak kecil dan para sesepuh di rumah, pasti mereka telah merencanakan itu. Berlarian kami sambil mencoba menyusun strategi, Robi coba mengambil alih, mengatur para pemuda baik pria dan wanita untuk upaya mempertahankan distrik dari serangan. Mereka sudah ada di dalam, diantara lorong-lorong rumah, bersembunyi dan mengejar mereka dari kami yang lemah, mereka mencari hal-hal yang dapat mereka curi, lalu menjadikan tawanan mereka yang tak mampu melawan, dari kejauhan tampak dari distrik 3 yang pemudanya mungkin hampir krisis identitas, beberapa dari mereka adalah laki-laki yang cukup lemah kejantanannya. Berlarian dan melompat dari satu tempat ke tempat lain, meski krisis identitas fisik yang dimiliki tak bisa membohongi jiwa-jiwa yang lemah, fikirku sambil tersenyum kecil memikirkannya. Dari atas rumah di depan kami, ketua mereka melompat menuju kami, para wanita dan orang tua harus bersembunyi terlebih dahulu, menyisakan kami pemuda yang bisa dihitung dengan jari ini. Ketua The Warrior itu tertawa seperti melihat badut yang terbengong dihadapannya, aku mencoba memikirkan hal penting yang bisa dilakukan, lalu dari atas rumah sebelah kanan kami melompatlah the warrior mencoba melukai kami, aku hempasan tangan kananku, mencoba menjatuhkannya yang tak punya tumpuan yang kuat karena melompat dari atas atap, mereka mencoba mengepung dan memojokkan, ini saatnya latihan kami dipraktekkan.
Komentar
Posting Komentar